Perfect Sense
Sepulang dari bioskop kita masih saja berandai-andai;
bagaimana jika kita yang menjadi bintang filmnya. Kau
bayangkan virus mematikan itu menimpa kota ini, dan
segalanya akan musnah. Virus itu menyerang panca indera;
menghilangkan indera pengecap sehingga kita tak punya
nafsu makan, pelan-pelan memecahkan gendang telinga
membuat kita tak bisa saling mendengar debar jantung.
Tak butuh waktu lama, ia menyerang mata kita. Aku sangat
takut kita tak bisa saling menatap lalu tersenyum seperti biasa.
Aku ingin dekat disampingmu agar aku bisa merasakan hangat
parfummu selagi penciuman kita belum tergerogoti. Tapi tiba-tiba
aku tak bisa menghirup bau apapun, aku hanya bisa meraba
wajahmu dan berusaha menjaga ingatan tentangmu.
Seluruh kota menjadi buta, tuli, dan bisu seketika. Semata sunyi
dan gelap, dan aku tak bisa merasakan apa-apa lagi selain sesuatu
yang terus berdenyut, sesuatu yang berdetak halus di jiwaku,
cinta.
(Mataram, 2 Maret 2012)
No comments:
Post a Comment