Senggigi Menjelang Petang
Menjelang petang, angin kerap tiba-tiba dingin.
Orang-orang yang lelah pulang kerja seperti pun
burung-burung putih, dan kau rasaikah? degup
jantung kota yang menjadi syahdu serupa detak
jantungku di remang dada? Entah mengapa aku
ingin duduk dekat dengan kau sayang, bagaimana
kita saling mendengar debar di jantung masing-masing
dan menjadi gamang tiba-tiba; membiarkan bunga-bunga
itu tumbuh dengan sendiri dalam ruang dada paling sunyi.
Sebelum hari menjadi malam, kau akan melukis bagaimana
senja telah lama menenangkan kota, menghangatkan
jagung-jagung bakar di sepanjang jalan senggigi,
juga menggetarkan puisi laut paling sepi;
hidup yang pelan-pelan menemu arti.
Menjelang petang, pintu cafe lebih suka melankolis.
Remang pantai, cemas lampu, dingin kursi, dan tua gitar,
semua kerap saja menyuarakan betapa rindu jiwaku sayang,
dan musim ini kau rasaikah? pancaran warna paling dalam,
warna hijau langit paling malam?
(Mataram larut, 2011)
No comments:
Post a Comment