Monday, December 12, 2011

Terhadap Malam

Terhadap Malam


ia belum benar-benar bisa menemu malam,

hujan telah membikin dada semakin buram

Ia tak berani pada yang menyebab demam

seperti pada jantung kekasihnya yang angin

tapi itu angin enggan paling dingin

yang kerap mengetuk-ngetuk sunyi

kepada kenang yang menjadi lain.


dihantarkan sendiri detak dada yang sunyi itu

melewati bulan petang yang suka mesra di balik pintu

menjadi sepi ia tiba-tiba pada dadanya semacam ngilu

apalagi kepada ingatan yang kerap berlabuh dalam kalbu

rasa-rasa seluruh debar itu dingin, ahay beku.


tapi jiwanya bukan sesuatu yang kenal keluh

Ia mantapkan segala debar meski tak mesra dalam melagu

pun kerap meraba-raba biar terdengar merdu

sebenarnya Ia belum paham beda musim rindu dan syahdu

dalam dadanya, yang dirasa bahwa rindu itu syahdu

bahwa ia menikmati keduanya

sangat menikmati keduanya.


pada malam,

ada yang menjadi terjaga dan terus berlagu dalam kalbu

malam dan kalbunya adalah nyanyian tentang rindu

ia beranikan diri menemu malam yang telah teramat kelabu

saat itu, ia percaya cinta pada debar dadanya yang kian syahdu.


(Mataram, 19 November 2011)


No comments:

Post a Comment