Terhadap Malam
ia belum benar-benar bisa menemu malam,
hujan telah membikin dada semakin buram
Ia tak berani pada yang menyebab demam
seperti pada jantung kekasihnya yang angin
tapi itu angin enggan paling dingin
yang kerap mengetuk-ngetuk sunyi
kepada kenang yang menjadi lain.
dihantarkan sendiri detak dada yang sunyi itu
melewati bulan petang yang suka mesra di balik pintu
menjadi sepi ia tiba-tiba pada dadanya semacam ngilu
apalagi kepada ingatan yang kerap berlabuh dalam kalbu
rasa-rasa seluruh debar itu dingin, ahay beku.
tapi jiwanya bukan sesuatu yang kenal keluh
Ia mantapkan segala debar meski tak mesra dalam melagu
pun kerap meraba-raba biar terdengar merdu
sebenarnya Ia belum paham beda musim rindu dan syahdu
dalam dadanya, yang dirasa bahwa rindu itu syahdu
bahwa ia menikmati keduanya
sangat menikmati keduanya.
pada malam,
ada yang menjadi terjaga dan terus berlagu dalam kalbu
malam dan kalbunya adalah nyanyian tentang rindu
ia beranikan diri menemu malam yang telah teramat kelabu
saat itu, ia percaya cinta pada debar dadanya yang kian syahdu.
(Mataram, 19 November 2011)
No comments:
Post a Comment