Wednesday, December 21, 2011

Puisi yang Desember





Puisi yang Desember



i

Warna-warna cuaca menjadi sesuatu yang sangat sunyi; adalah hujan dan daun-daun yang jatuh di jalan. Mereka mirip musim dingin yang suka membuat jantungku ngilu dan memaksa menghangatkan leherku dengan puisi paling biru.Tak ada puisi yang sebiru samudera pasifik, katamu dulu. Apakah kau tahu, ada yang telah menjadi biru, sebuah perapian di dadaku, kita akan menanak puisi disana, puisi yang mirip pagi.

ii

Aku suka puisi setengah matang, katamu. Aku suka puisi yang sepertiga matang, balasku.


iii

Dan kita banyak membuat lelucon, seperti siapa yang akan gugur lebih dulu, lepas dari tangkainya dan melayang ke sesuatu yang sangat jauh. Oh, puisi telah tanak, ia lebih tua dari yang kita inginkan.


iv

Puisi yang matang tak selalu membikin kenyang, kurasa.


v

Tapi kita tak pernah suka kenyang, kita suka kelaparan, kita suka puisi yang menyiksa, kita suka kesepian. Kita suka desember seperti kita suka perjalanan yang sebentar lagi usai. Apakah masih ada tahun baru? Aku tak tahu, yang aku tahu bahwa desember adalah sebuah jalan yang diguyur hujan, di ujungnya ada persimpangan yang suka membikin galau, dan kita menjadi lebih bisa menerima; bahwa perjalanan yang sebenarnya belum dimulai.


vi

Jika desember telah usai, aku ingin kita tetap menanam puisi-puisi dalam dada paling sunyi, biar tak ada yang menebangnya. Aku harap pelan-pelan kita akan paham, atau kita tak akan pernah bisa menanam.


(Mataram, 20 Desember 2011)

No comments:

Post a Comment